Tahu g apa yang paling membuat dua orang yang lagi jatuh cinta dapat bertengkar hebat?
Yup benar sekali. Komunikasi yang tak tersampaikan maksudnya. Post-an kali ini tidaklah membahas mengenai bagaimana mengatasi kejengkelan anda terhadap pasangan anda namun mengenai si “anak bidadari” yang mempunyai dunianya sendiri.
Loh?! Mengapa?
Sally Meyer, ibu seorang anak autis berkata, “autisme bukan akhir dari segalanya. Ia hanya membawamu ke dunia baru.”
Si “anak bidadari” atau anak autis biasanya bersikap apatis,menyendiri dan tentunya mempunyai dunia miliknya sendiri. Sulit sekali untuk menjalin komunikasi dengannya. Dunia ini tidaklah seindah dunia para pemuda-pemudi yang kasmaran. Dunia ini membuat si “anak bidadari” sulit bermasyarakat dan diterima oleh masyarakat itu sendiri. Keprihatinan nasib anak autis di masyarakat ini tidaklah mengecilkan hati orang tua “anak bidadari”. Para orang tua tetap mempunyai motivasi agar anaknya tetaplah maju dan mempunyai masa depan dengan cara menggapai ilmu seperti anak lainnya melalui sekolah.
Di Indonesia sulit sekali menemukan sekolah yang mau menerima si anak autis ini sehingga menyebabkan banyak “anak bidadari” tidak dapat mengembangkan kemampuannya. Ada sebuah Sekolah Luar BIasa di Yogyakarta, SLB Autisma Dian Amanah yang mau menerima anak-anak ini karena ketidakmengertian guru akan autisme. Menurut bu Tina, salah satu guru di sana, yang paling berperan penting dalam peningkatan kemampuan anak autis adalah penerimaan orang tua terhadap kondisi si buah hati. Sebenarnya anak autis pun dapat bersikap empati pada orang-orang yang di sekitarnya, misalnya terhadap jingle-jingle iklan atau gambar-gambar, karena salah satu kelebihan anak autis adalah daya ingat dan kemampuan menangkap hal-hal secara visual.
Dan satu lagi cara yang dapat dilakukan yaitu, Sikap dan dukungan orang tua yang merupakan terapi paling ampuh dalam menatalaksana “anak bidadari”. Neuro-Linguistic Programming (NLP), dikembangkan oleh Vincent Michael Hovley, berisi upaya mengkomunikasikan perasaan, kasih sayang, harapan pada anak dengan cara membisikkannya secara langsung di telinga anak pada 30 menit setelah anak tertidur. Vincent menerapkan ini pada anaknya yang autis, Cammy, Setelah 30 menit anaknya tertidur, Vincent menyetel radio yang easy-listening dan dia membisikkan hal sebagai berikut,
“Hai otak Cammy, ini ayah Cammy. Aku sayang kamu, aku suka caramu membantu Cammy berjalan dan bermain. Kamu sungguh sungguh cerdas dalam mencari cara menghindari jalur-jalur yang terluka. Tolong temukan cara-cara baru untuk membantu Cammy berjalan, bermain, dan berbicara. Kamu otak yang cerdas dan cemerlang, bantulah aku, hai otak Cammy, aku sayang kamu”. Hal ini membuat sang anak merasa diterima dan mulai mempunyai kemauan untuk merespon stimulus komunikasi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Yup benar sekali. Komunikasi yang tak tersampaikan maksudnya. Post-an kali ini tidaklah membahas mengenai bagaimana mengatasi kejengkelan anda terhadap pasangan anda namun mengenai si “anak bidadari” yang mempunyai dunianya sendiri.
Loh?! Mengapa?
Sally Meyer, ibu seorang anak autis berkata, “autisme bukan akhir dari segalanya. Ia hanya membawamu ke dunia baru.”
Si “anak bidadari” atau anak autis biasanya bersikap apatis,menyendiri dan tentunya mempunyai dunia miliknya sendiri. Sulit sekali untuk menjalin komunikasi dengannya. Dunia ini tidaklah seindah dunia para pemuda-pemudi yang kasmaran. Dunia ini membuat si “anak bidadari” sulit bermasyarakat dan diterima oleh masyarakat itu sendiri. Keprihatinan nasib anak autis di masyarakat ini tidaklah mengecilkan hati orang tua “anak bidadari”. Para orang tua tetap mempunyai motivasi agar anaknya tetaplah maju dan mempunyai masa depan dengan cara menggapai ilmu seperti anak lainnya melalui sekolah.
Di Indonesia sulit sekali menemukan sekolah yang mau menerima si anak autis ini sehingga menyebabkan banyak “anak bidadari” tidak dapat mengembangkan kemampuannya. Ada sebuah Sekolah Luar BIasa di Yogyakarta, SLB Autisma Dian Amanah yang mau menerima anak-anak ini karena ketidakmengertian guru akan autisme. Menurut bu Tina, salah satu guru di sana, yang paling berperan penting dalam peningkatan kemampuan anak autis adalah penerimaan orang tua terhadap kondisi si buah hati. Sebenarnya anak autis pun dapat bersikap empati pada orang-orang yang di sekitarnya, misalnya terhadap jingle-jingle iklan atau gambar-gambar, karena salah satu kelebihan anak autis adalah daya ingat dan kemampuan menangkap hal-hal secara visual.
Dan satu lagi cara yang dapat dilakukan yaitu, Sikap dan dukungan orang tua yang merupakan terapi paling ampuh dalam menatalaksana “anak bidadari”. Neuro-Linguistic Programming (NLP), dikembangkan oleh Vincent Michael Hovley, berisi upaya mengkomunikasikan perasaan, kasih sayang, harapan pada anak dengan cara membisikkannya secara langsung di telinga anak pada 30 menit setelah anak tertidur. Vincent menerapkan ini pada anaknya yang autis, Cammy, Setelah 30 menit anaknya tertidur, Vincent menyetel radio yang easy-listening dan dia membisikkan hal sebagai berikut,
“Hai otak Cammy, ini ayah Cammy. Aku sayang kamu, aku suka caramu membantu Cammy berjalan dan bermain. Kamu sungguh sungguh cerdas dalam mencari cara menghindari jalur-jalur yang terluka. Tolong temukan cara-cara baru untuk membantu Cammy berjalan, bermain, dan berbicara. Kamu otak yang cerdas dan cemerlang, bantulah aku, hai otak Cammy, aku sayang kamu”. Hal ini membuat sang anak merasa diterima dan mulai mempunyai kemauan untuk merespon stimulus komunikasi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.